VIVAnews - Menteri Pertahanan RI, Purnomo Yusgiantoro, mengungkapkan jumlah imigran ilegal asal Iran kini menurun drastis sejak pemerintah mencabut fasilitas visa on arrival (VOA) atas pendatang dari negeri itu sejak 18 Juli 2013. Dengan demikian warga Iran yang ingin ke sini tidak bisa lagi mendapatkan izin berkunjung atau visa secara langsung di bandara Indonesia, melainkan harus mengurusnya terlebih dahulu di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Iran.
Demikian ungkap Purnomo usai menerima kunjungan Menhan Australia, David Johnston, pada Jumat, 8 November 2013 di Gedung Kemhan, Jakarta Pusat. Namun Purnomo tidak menyebut jumlah penurunan imigran gelap asal Iran ke Indonesia. Purnomo juga ungkapkan pertemuannya dengan Menhan Australia sebelumnya, Stephen Smith, di Perth akhir Juli lalu.
"Saat itu mantan Menhan Australia sempat tanya kepada saya, kenapa kebijakan pencabutan VOA [atas Iran] itu tidak diberlakukan sejak dulu? Saya katakan karena kami masih perlu sosialisasikan ini kepada seluruh perwakilan Indonesia di luar negeri," kata Purnomo.
Indonesia terpaksa mencabut VOA bagi warga Iran lantaran mereka sering menyalahgunakan dokumen itu untuk dapat menyeberang ke Australia dan mencari suaka di sana. Ini berdasarkan laporan dari Australia, yang khawatir akan makin banyaknya pendatang ilegal ke negara mereka lewat Indonesia, biasanya dengan menyewa kapal berukuran kecil atau sedang.
Kedua Menhan, ujar Purnomo, juga membahas proses pemindahan imigran gelap yang ditangkap kapal patroli Australia ke Pulau Manus, Papua Nugini. "Menhan Johnston mengatakan, saat di Pulau Manus, para imgiran ini diberi pilihan untuk kembali ke negara asal atau tetap di Papua Nugini. Semua proses itu juga diawasi oleh Badan PBB untuk pengungsi, UNHCR," kata dia.
Dalam kesempatan itu, Purnomo turut menyampaikan kerjasama mengenai penanggulangan imigran gelap akan menjadi tanggung jawab Menteri Imigrasi Australia dengan Menteri Hukum dan HAM RI.
Sebelumnya Australia mengeluarkan peraturan baru yang mengirim para pencari suaka yang terdampar di Negeri Kangguru ke Papua Nugini. Hal itu dilakukan untuk menghentikan orang yang diselundupkan dan membendung perahu-perahu yang membawa para imigran ilegal tersebut ke Negeri Kangguru.
Perdana Menteri Tony Abbott sebelumnya mengatakan akan membuat skema yang dinamai "regional deterance". Isinya, Pemerintah Australia akan membeli kapal-kapal nelayan Indonesia dan memberikan uang kepada penduduk lokal yang berminat memberikan informasi soal penyelundupan manusia.
Abbott mengaku telah menganggarkan dana mencapai AU$440 juta untuk kebijakan kontroversial itu. Namun, kebijakan tersebut menuai kritik keras dari Pemerintah Indonesia. (eh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar