Laman

Tampilkan postingan dengan label Menhan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Menhan. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 09 November 2013

Menhan: Visa on Arrival atas Iran Dicabut, Imigran Gelap ke RI Turun

VIVAnews - Menteri Pertahanan RI, Purnomo Yusgiantoro, mengungkapkan jumlah imigran ilegal asal Iran kini menurun drastis sejak pemerintah mencabut fasilitas visa on arrival (VOA) atas pendatang dari negeri itu sejak 18 Juli 2013. Dengan demikian warga Iran yang ingin ke sini tidak bisa lagi mendapatkan izin berkunjung atau visa secara langsung di bandara Indonesia, melainkan harus mengurusnya terlebih dahulu di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Iran.

Demikian ungkap Purnomo usai menerima kunjungan Menhan Australia, David Johnston, pada Jumat, 8 November 2013 di Gedung Kemhan, Jakarta Pusat. Namun Purnomo tidak menyebut jumlah penurunan imigran gelap asal Iran ke Indonesia. Purnomo juga ungkapkan pertemuannya dengan Menhan Australia sebelumnya, Stephen Smith, di Perth akhir Juli lalu.

"Saat itu mantan Menhan Australia sempat tanya kepada saya, kenapa kebijakan pencabutan VOA [atas Iran] itu tidak diberlakukan sejak dulu? Saya katakan karena kami masih perlu sosialisasikan ini kepada seluruh perwakilan Indonesia di luar negeri," kata Purnomo.

Indonesia terpaksa mencabut VOA bagi warga Iran lantaran mereka sering menyalahgunakan dokumen itu untuk dapat menyeberang ke Australia dan mencari suaka di sana. Ini berdasarkan laporan dari Australia, yang khawatir akan makin banyaknya pendatang ilegal ke negara mereka lewat Indonesia, biasanya dengan menyewa kapal berukuran kecil atau sedang.

Kedua Menhan, ujar Purnomo, juga membahas proses pemindahan imigran gelap yang ditangkap kapal patroli Australia ke Pulau Manus, Papua Nugini. "Menhan Johnston mengatakan, saat di Pulau Manus, para imgiran ini diberi pilihan untuk kembali ke negara asal atau tetap di Papua Nugini. Semua proses itu juga diawasi oleh Badan PBB untuk pengungsi, UNHCR," kata dia.

Dalam kesempatan itu, Purnomo turut menyampaikan kerjasama mengenai penanggulangan imigran gelap akan menjadi tanggung jawab Menteri Imigrasi Australia dengan Menteri Hukum dan HAM RI.

Sebelumnya Australia mengeluarkan peraturan baru yang mengirim para pencari suaka yang terdampar di Negeri Kangguru ke Papua Nugini. Hal itu dilakukan untuk menghentikan orang yang diselundupkan dan membendung perahu-perahu yang membawa para imigran ilegal tersebut ke Negeri Kangguru.

Perdana Menteri Tony Abbott sebelumnya mengatakan akan membuat skema yang dinamai "regional deterance". Isinya, Pemerintah Australia akan membeli kapal-kapal nelayan Indonesia dan memberikan uang kepada penduduk lokal yang berminat memberikan informasi soal penyelundupan manusia.

Abbott mengaku telah menganggarkan dana mencapai AU$440 juta untuk kebijakan kontroversial itu. Namun, kebijakan tersebut menuai kritik keras dari Pemerintah Indonesia. (eh)


View the original article here

Menhan: Jika Terbukti Disadap, Kami Akan Bertindak Keras

VIVAnews - Kementerian Pertahanan RI berani mengklaim institusinya aman dari aksi penyadapan yang selama ini ramai disebut dilakukan oleh Badan Intelijen Australia (DSD) dan Amerika Serikat (NSA). Hal itu lantaran, Kemhan telah melindungi semua data dengan cara enkripsi dan sistem alogaritma yang kuat.

Hal itu diungkap oleh Menhan Purnomo Yusgiantoro ketika memberikan keterangan pers di Gedung Kemhan, pada Jumat, 8 November 2013. Menurut Purnomo, begitu isu penyadapan itu merebak, dia langsung mengecek ke dalam sistem perlindungan informasi di internal institusi yang dia pimpin.

"Saya sebelumnya sudah mengecek kepada para ahli siber yang bekerja di sini. Mereka menyampaikan sistem di Kemhan aman dari sadapan, karena sistem pengamanan yang diberlakukan berlapis. Dalam arti kata sudah dienkripsi dengan alogaritma yang kuat," paparnya.

Selain itu, lanjut Purnomo, sistem di Kemhan tidak menggunakan provider yang terbuka. Jadi sekalipun menggunakan alat komunikasi seperti telepon atau internet, mereka memanfaatkan provider tertutup.

Purnomo menegaskan, keyakinan dia itu hanya terbatas di Kemhan. "Ini saya hanya berbicara dalam kapasitas yang ada di Kemhan ya," ujarnya.

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemhan, Brigjen Sisriadi, yang turut mendampingi Purnomo mengatakan bahwa pihaknya melakukan sistem pengamanan yang mengkombinasikan teknologi tinggi dan tradisional.

Sistem di Kemhan, ujarnya, tertutup dan tidak terhubung keluar. Sehingga, apabila ada seseorang yang tidak berwenang lalu memperoleh sinyal yang dikirimkan Kemhan, maka mereka tidak bisa membaca itu.

Sisriadi lantas memberi contoh, pada waktu dulu, jenis teknologi tradisional yang digunakan Lembaga Sandi Negara yakni menggunakan morse.

"Jadi dulu, Kepala Lembaga Sandi Negara pertama, dr. Roebiono Kertapati, mengirimkan berita dengan cara diketik menggunakan kode morse. Kemudian di sandi lagi, sehingga ketika orang yang menerima beritanya bukan yang dituju tidak bisa baca isinya," kata dia.

Kendati demikian, dia mengatakan bahwa belum ada satu pun teknologi yang dapat memberikan informasi bahwa satu perangkat tertentu telah disadap.

"Sekarang saya tanya kepada Anda, apakah ada teknologi yang bisa memberi tahu apabila teknologi kita sudah disadap? Kan tidak ada, karena memang teknologi semacam itu belum ditemukan. Jadi yang bisa kami lakukan hanya mengamankan saja," tegas Sisriadi.

Jika memang terbukti sistem mereka tembus disadap oleh pihak asing. Menhan Purnomo menegaskan bahwa mereka akan bertindak keras. "Kalau terbukti kami akan bertindak keras," tegasnya.


View the original article here