Laman

Tampilkan postingan dengan label harus. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label harus. Tampilkan semua postingan

Jumat, 24 Januari 2014

10 Pemicu Serangan Asma yang Harus Dihindari

Jakarta, Asma adalah salah satu penyakit yang tidak bisa disembuhkan dan bersifat reversibel. Obat-obatan yang ada hanya untuk menenangkan serangan, namun gejala itu bisa datang kembali jika terpicu sesuatu. Tapi jangan khawatir, memburuknya serangan penyakit kronis ini bisa dicegah hanya dengan mengontrol keseharian.

Penyakit ini menyebabkan pembengkakan saluran pernafasan sehingga seseorang menjadi sulit bernapas, mengalami sesak napas, atau terengah-engah. Pasien asma juga mungkin mengalami peradangan saluran pernapasan yang menyebabkan penyempitan saluran napas, mengi, atau bengek.

Kini, ada banyak pusat asma yang dapat membantu pasien asma untuk mengontrol masalah pernapasan yang mereka hadapi. Dikatakan bahwa jika seorang pasien asma tetap awas dari pemicu serangan asma, mereka dapat mencegah semakin parahnya gangguan pernapasan.

Para penderita asma harus menghindari pemicu-pemicu tertentu agar tidak mengalami gangguan pernapasan seperti mengi atau bengek, batuk, dada terasa berat, dan sesak napas. Dengan menghindari pemicu-pemicu itu, paru-paru dapat bernapas dengan normal dan hidup akan lebih panjang.

Apa saja pemicu asma yang harus dihindari pasien?

Inilah sepuluh pemicu asma yang harus dihindari, sebagaimana dilansir Boldsky dan ditulis pada Kamis (23/1/2014). Tak perlu khawatir atau cemas, pemicu-pemicu asma bukan merupakan zat atau benda yang sulit dihindari, kok.

1. Bunga-bungaan
Serbuk sari bunga adalah salah satu zat yang bisa memicu asma. Serbuk sari yang berukuran sangat kecil itu bisa dengan mudah terbawa udara dan menyebabkan gangguan pernapasan bila masuk ke dalam saluran pernapasan penderita asma. Oleh karena itu, jika ada salah satu anggota keluarga yang menderita penyakit ini, sebaiknya hindari memelihara tanaman bunga di dalam ruangan.Next

(vit/vit) 3,379 share this. 2,126 share this. 1,514 share this. 1,410 share this. 1,326 share this. 1,156 share this. 1,132 share this. 704 share this. 579 share this. 450 share this.

View the original article here

Jumat, 08 November 2013

DPD: DOB harus jadi percontohan pemerintahan baik

Wakil Ketua DPD Laode Ida (ANTARA/Widodo S. Jusuf)

Pemekaran daerah terbuka karena dijamin konstitusi. Masalahnya, desain DOB harus dijadikan `pilot project good and clean governance`, sehingga ada hal baru dalam pengelolaan pemerintahan daerah,"
Jakarta (ANTARA News) - Dewan Pimpinan Daerah menilai pembentukan Daerah Otonomi Baru harus menjadi proyek percontohan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih atau "good and clean governance".

"Pemekaran daerah terbuka karena dijamin konstitusi. Masalahnya, desain DOB harus dijadikan pilot project good and clean governance, sehingga ada hal baru dalam pengelolaan pemerintahan daerah," kata Wakil Ketua DPD La Ode Ida di gedung DPD, Jakarta, Jumat.

Sebagai perbandingan, dia mencontohkan pemekaran daerah pada masa lalu dilakukan untuk mengatasi pembengkakan birokrasi dan Pegawai Negeri Sipil yang banyak.

Namun, konsep pemekaran daerah menurut dia harus mampu menerapkan tata pemerintahan yang baik dan bersih dalam konteks kehidupan berdemokrasi.

"Saya sudah sampaikan ke Komisi II DPR agar itu (konsep tata pemerintahan yang baik dan bersih) dijadikan model, namun tidak kunjung muncul," ujarnya.

Selain itu, dia menegaskan bahwa pembentukan DOB harus selektif karena tidak boleh hanya berdasarkan catatan di atas kertas saja. Dia mengatakan DPR, DPD dan pemerintah harus turun ke lapangan mendeteksi kelayakan sebuah daerah menjadi DOB.

"Deteksi itu agar pembentukan DOB itu tidak sia-sia dan hanya menjadi formalitas saja. Ketika kunjungan bersama itu menemukan sesuatu yang berbeda, maka harus dijadikan acuan layak atau tidak dijadikan DOB," tegasnya.

La Ode mengatakan proses pembentukan DOB harus dikawal agar tidak terjadi suasana transaksional dalam pembentukannya. Hal itu menurut dia terutama terkait kondisi saat ini menjelang pelaksanaan Pemilu 2014.

Sebelumnya seluruh fraksi partai politik di DPR menyetujui 65 Rancangan Undang-Undang usulan inisiatif Komisi II DPR mengenai DOB yang disampaikan dalam sidang paripurna di Gedung Nusantara II pada Kamis (24/10).

Namun, pemekaran wilayah tersebut belum otomatis terbentuk karena bergantung pada Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2004 tentang Syarat-syarat DOB dan Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
(I028/C004)


View the original article here

DPD: DOB harus jadi percontohan pemerintahan baik

Wakil Ketua DPD Laode Ida (ANTARA/Widodo S. Jusuf)

Pemekaran daerah terbuka karena dijamin konstitusi. Masalahnya, desain DOB harus dijadikan `pilot project good and clean governance`, sehingga ada hal baru dalam pengelolaan pemerintahan daerah,"
Jakarta (ANTARA News) - Dewan Pimpinan Daerah menilai pembentukan Daerah Otonomi Baru harus menjadi proyek percontohan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih atau "good and clean governance".

"Pemekaran daerah terbuka karena dijamin konstitusi. Masalahnya, desain DOB harus dijadikan pilot project good and clean governance, sehingga ada hal baru dalam pengelolaan pemerintahan daerah," kata Wakil Ketua DPD La Ode Ida di gedung DPD, Jakarta, Jumat.

Sebagai perbandingan, dia mencontohkan pemekaran daerah pada masa lalu dilakukan untuk mengatasi pembengkakan birokrasi dan Pegawai Negeri Sipil yang banyak.

Namun, konsep pemekaran daerah menurut dia harus mampu menerapkan tata pemerintahan yang baik dan bersih dalam konteks kehidupan berdemokrasi.

"Saya sudah sampaikan ke Komisi II DPR agar itu (konsep tata pemerintahan yang baik dan bersih) dijadikan model, namun tidak kunjung muncul," ujarnya.

Selain itu, dia menegaskan bahwa pembentukan DOB harus selektif karena tidak boleh hanya berdasarkan catatan di atas kertas saja. Dia mengatakan DPR, DPD dan pemerintah harus turun ke lapangan mendeteksi kelayakan sebuah daerah menjadi DOB.

"Deteksi itu agar pembentukan DOB itu tidak sia-sia dan hanya menjadi formalitas saja. Ketika kunjungan bersama itu menemukan sesuatu yang berbeda, maka harus dijadikan acuan layak atau tidak dijadikan DOB," tegasnya.

La Ode mengatakan proses pembentukan DOB harus dikawal agar tidak terjadi suasana transaksional dalam pembentukannya. Hal itu menurut dia terutama terkait kondisi saat ini menjelang pelaksanaan Pemilu 2014.

Sebelumnya seluruh fraksi partai politik di DPR menyetujui 65 Rancangan Undang-Undang usulan inisiatif Komisi II DPR mengenai DOB yang disampaikan dalam sidang paripurna di Gedung Nusantara II pada Kamis (24/10).

Namun, pemekaran wilayah tersebut belum otomatis terbentuk karena bergantung pada Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2004 tentang Syarat-syarat DOB dan Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
(I028/C004)


View the original article here

Pakar: anak TKI harus mendapatkan pendidikan holistik

UNJ (unj.ac.id)

Memang idealnya anak usia 0-15 tahun harus tetap dalam pengasuhan keluarga bersama ibu dan ayahnya, agar anak dapat tumbuh kembang secara sempurna. Namun alasan tuntutan ekonomi, banyak ibu rumah tangga menjadi TKI di luar negeri terpaksa menitipkan
Jakarta (ANTARA News) - Pekara pendidikan anak usia dini (PAUD) Univeristas Negeri Jakarta (UNJ) Prof Dr Mulyono Abdurrahman mengatakan, anak usia 4-15 tahun yang ditinggal ibunya bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri, harus mendapatkan pendidikan secara holistik integratif, agar anak dapat tumbuh kembang fisik dan kejiwaan sempurna.

Prof Dr Mulyono yang juga Asisten Direktur Program Pasca Sarjana (PPS) UNJ bidang akademik tersebut didampingi mahsiswa PPS UNJ sebagai peneliti PAUD Tiara Atari dan Yustia mengemukakan hal itu di Jakarta, Jumat sore, terkait rencana Seminar Internasional  "Menggagas Pendidikan Holistik Integratif bagi Anak TKI".

Seminar  tentang pendidikan holistik bagi anak TKI yang diadakan PPS UNJ bekerjasama BKKBN itu akan berlangsung di Kampus UNJ, Jakarta, Sabtu (9/11) dan menghadirkan pembicara antara lain Menteri PP dan PA Linda Amalia Sari Gumelar, Mantan Wapres Jusuf Kalla, Kepala BKKBN Prof dr Fasli Jalal, Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat, Bupati Karawang H Ade Swara, dan praktisi pendidikan dari UNJ dan Singapura (Tang Hui Nee).

Menurut Mulyono, hasil penelitian mahsiswa PPS UNJ (2009-2011) di Kabupaten Karawang, Jabar, ditemukan banyak anak TKI yang diasuh bukan ibunya, mengalami kelambatan dalam proses pendidikan, seperti sampai kelas V SD usia (10-11 tahun) belum bisa membaca huruf latin, dan sikap mental anak cenderung keras.

Oleh karena itu, untuk mengatasi hal tersebut, maka diperlukan pendidikan berbasis masyarakat secara holistik guna membantu perkembangan jiwa anak TKI, dengan melibatkan ibu-ibu anggota PKK di desa-desa Kabupaten Karawang serta anggota LSM sosail di wilayah tersebut, sehingga mereka dapat membantu pendidikan anak TKI tersebut.

Mulyono mengusulkan, agar intansi terkait seperi Dinas Pendidikan tingkat provinsi, kabupaten/kota  membantu pendidikan anak TKI yang ditinggal ibunya bekerja, serta BKKBN yang memberikan pembinaan perabn kaum ibu dan mewujudkan bina keluarga bahagia dan sejahtera.

"Memang idealnya anak usia 0-15 tahun harus tetap dalam pengasuhan keluarga bersama ibu dan ayahnya, agar anak dapat tumbuh kembang secara sempurna. Namun alasan tuntutan ekonomi, banyak ibu rumah tangga menjadi TKI di luar negeri terpaksa menitipkan anaknya diasuh anggota keluarga lain," katanya.

Mahasiswa program S-3 PPS UNJ Tiara Astari mengatakan, untuk mewujudkan pendidikan yang holistik integratif bagi anak TKI, maka setiap desa diharapkan memiliki sarana PAUD untuk mendidik anak usia 4-6 tahun, serta bantuan tenaga pendidikan dari unsur masyarakat PKK dan LSM setempat untuk anak siswa usia SD dan SMP.

Tiara menyatakan, jika ibu terpaksa akan menjadi TKI, maka anaknya minimal  sudah berusia 8 tahun sehingga anak telah memiliki perkembangan kejiawaan dan pendidikan yang cukup.

Tiara mengusulkan agar pendidikan anak berbasis masyarakat seperti yang telah diterapkan di sejumlah desa di Kabupaten Karawan, Jabar dapat menjadi contoh bagi daerah lain sebagai pengerim TKI, seperti Jateng, Jatim, NTB, NTT dan  Sulsel.(*)


View the original article here

DPD: DOB harus jadi percontohan pemerintahan baik

Wakil Ketua DPD Laode Ida (ANTARA/Widodo S. Jusuf)

Pemekaran daerah terbuka karena dijamin konstitusi. Masalahnya, desain DOB harus dijadikan `pilot project good and clean governance`, sehingga ada hal baru dalam pengelolaan pemerintahan daerah,"
Jakarta (ANTARA News) - Dewan Pimpinan Daerah menilai pembentukan Daerah Otonomi Baru harus menjadi proyek percontohan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih atau "good and clean governance".

"Pemekaran daerah terbuka karena dijamin konstitusi. Masalahnya, desain DOB harus dijadikan pilot project good and clean governance, sehingga ada hal baru dalam pengelolaan pemerintahan daerah," kata Wakil Ketua DPD La Ode Ida di gedung DPD, Jakarta, Jumat.

Sebagai perbandingan, dia mencontohkan pemekaran daerah pada masa lalu dilakukan untuk mengatasi pembengkakan birokrasi dan Pegawai Negeri Sipil yang banyak.

Namun, konsep pemekaran daerah menurut dia harus mampu menerapkan tata pemerintahan yang baik dan bersih dalam konteks kehidupan berdemokrasi.

"Saya sudah sampaikan ke Komisi II DPR agar itu (konsep tata pemerintahan yang baik dan bersih) dijadikan model, namun tidak kunjung muncul," ujarnya.

Selain itu, dia menegaskan bahwa pembentukan DOB harus selektif karena tidak boleh hanya berdasarkan catatan di atas kertas saja. Dia mengatakan DPR, DPD dan pemerintah harus turun ke lapangan mendeteksi kelayakan sebuah daerah menjadi DOB.

"Deteksi itu agar pembentukan DOB itu tidak sia-sia dan hanya menjadi formalitas saja. Ketika kunjungan bersama itu menemukan sesuatu yang berbeda, maka harus dijadikan acuan layak atau tidak dijadikan DOB," tegasnya.

La Ode mengatakan proses pembentukan DOB harus dikawal agar tidak terjadi suasana transaksional dalam pembentukannya. Hal itu menurut dia terutama terkait kondisi saat ini menjelang pelaksanaan Pemilu 2014.

Sebelumnya seluruh fraksi partai politik di DPR menyetujui 65 Rancangan Undang-Undang usulan inisiatif Komisi II DPR mengenai DOB yang disampaikan dalam sidang paripurna di Gedung Nusantara II pada Kamis (24/10).

Namun, pemekaran wilayah tersebut belum otomatis terbentuk karena bergantung pada Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2004 tentang Syarat-syarat DOB dan Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
(I028/C004)


View the original article here

Rabu, 06 November 2013

Busana anak-anak harus sesuai umur mereka

Jakarta (ANTARA News) - Anak-anak seharusnya bisa tampil dengan busana yang sesuai usia mereka, kata Ketua Dewan Juri Kids Fashion Competition: Islamic Fashion, Nana Lystiani di Indonesia Book Fair ke-33, yang berlangsung di Jakarta, Selasa.

"Anak-anak itu harusnya tampil di usia mereka, jadi enggak yang blink-blink, make up tebal," katanya di akhir pengumuman pemenang lomba kepada ANTARA News.

Nana menyayangkan dalam ajang fesyen untuk anak-anak kategori usia 4-10 tahun ini, umumnya anak-anak tampil dengan busana tak sesuai usia mereka, seperti gaun-gaun model dewasa ditambah dengan model hijab (jilbab) dan aksesoris seperti dewasa.

Ia dan rekan-rekan juri pun kesulitan memilih pemenang lomba yang digelar dalam rangka memperingati Tahun Baru Islam 1 Muharram 1435 Hijriah ini.

"Saya agak susah milih, karena para orang tua ini mendadani anaknya habis-habisan," ujarnya.

Nana sebetulnya berharap dalam sebuah peragaan busana, anak-anak tampil tanpa make up dalam balutan busana muslim anak-anak.

Tak heran, jika pemenang lomba ini pun adalah anak yang tampil sesuai umurnya, mulai dari busana anak-anak dan tanpa make up.

"Tadi yang menang memang tidak pakai make up kan? Dia kelihatan natural, sesuai tampilan anak-anak. Anak-anak memang tidak ber make up kan?," kata Editor buku-buku fesyen ini.

Ia memaklumi bila para orang tua sebenarnya ingin anak-anak mereka tampil cantik di ajang ini. Nana berharap nantinya, dalam lomba-lomba serupa, anak-anak tidak menggunakan pakaian model dewasa. Para orang tua pun seharusnya memperhatikan model baju anak-anaknya, jilbab dan aksesorisnya.


View the original article here

Orang tua harus biasakan anak berbusana sopan

Jakarta (ANTARA News) - Para orang tua harus membiasakan anak-anak berpakaian sopan (tertutup) dan mengajarkan mereka merasa risih jika berpakaian terbuka di setiap kesempatan.

"Anak-anak itu seharusnya diajarkan memakai busana yang sopan. Anak terutama perempuan sekarang kan seringnya pakai baju yang minim," kata editor buku-buku fesyen Nana Lystiani di Jakarta, Selasa.

Menurut Nana, busana terbuka yang minim tidak aman untuk anak. Anak-anak yang terbiasa menggunakan busana terbuka nantinya saat dewasa berpontensi menjadi korban pelecehan.

"Kita kan sering lihat anak kecil pakai rok pendek. Ini kan enggak care buat mereka," ujar ketua dewan juri Kids Fashion Competition: Islamic Fashion ini di akhir acara.

Anak yang telah terbiasa berbusana tertutup (sopan) saat dewasa akan spontan menolak saat ada pria yang mencoba menyentuhnya.

"Nanti kalau dari kecil diajarin rasa risih kan kalau sudah besar ada yang pegang pahanya dia langsung enggak mau. Tapi kalau cuek-cuek saja, yang nanti gampang saja," kata Nana.

Nana menambahkan, kebiasaan berpakaian tertutup ke mana saja merupakan berhubungan dengan langkah untuk belajar memantaskan diri pada anak.

"Anak-anak harus terbiasa memantaskan diri. Ke mana ia pergi, busana apa yang cocok. Misal mau ke makam, enggak mungkin kan pakai celana pendek sampai paha saja," katanya.


View the original article here