Laman

Tampilkan postingan dengan label Bursa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bursa. Tampilkan semua postingan

Jumat, 08 November 2013

Saham Twitter Melesat, Bursa Wall Street Malah Rontok

VIVAnews - Perdagangan perdana saham Twitter Inc, ternyata tidak mampu mendorong bursa saham Wall Street AS bergerak naik. Pada akhir transaksi Kamis waktu setempat, atau Jumat dini hari WIB, indeks Dow Jones Industrial Average justru turun cukup tajam.

Pada perdagangan perdananya, saham situs mikroblog, Twitter, mampu meraup keuntungan 72,7 persen dan ditutup pada level US$44,9.

Seperti dikutip dari CNBC, investor bereaksi atas pemotongan suku bunga yang tidak terduga oleh Bank Sentral Eropa. Pelaku pasar juga masih menyikapi tingkat pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal ketiga.

Pada akhir perdagangan Kamis di bursa New York, indeks Dow Jones Industrial Average terpangkas 152,90 poin (0,97 persen) ke level 15.593,98.

Sementara itu, indeks S&P 500 berada di posisi 1.747,15 atau turun 23,34 poin (1,32 persen). Selanjutnya, indeks Nasdaq Composite terkoreksi 74,61 poin (1,90 persen) menjadi 3.857,33.

Setelah sehari sebelumnya mampu mencatatkan rekor di posisi 15.680,35, indeks Dow Jones Industrial Average langsung terkoreksi 50 poin pada awal perdagangan. Saham Walt Disney memimpin penurunan indeks Dow menjelang pengumuman laba kuartalan perusahaan.

Kondisi serupa juga dialami indeks S&P 500. Setelah naik di atas rekor penutupan 1.771,95 pada Selasa lalu, indeks S&P 500 ikut jatuh 1,3 persen, dan menandai sesi terburuk sejak 27 Agustus.

Pelemahan indeks bursa di bursa AS diduga dipengaruhi oleh upaya Bank Sentral Eropa yang memotong suku bunga utamanya menjadi 0,25 persen. Langkah ini dalam upaya untuk menangkis potensi bahaya deflasi.

"Pemotongan suku bunga ini mengejutkan. Karena awalnya, kebijakan ini baru akan dilakukan sebelum akhir tahun. Saya tidak habis pikir, pemotongan telah dilakukan hari ini," kata Chip Cobb, manajer portofolio di BMT Management.

Secara terpisah, laporan ekonomi AS menunjukkan produk domestik bruto (PDB) meningkat 2,8 persen pada kuartal ketiga. Sementara itu, klaim awal pengangguran turun 9.000 menjadi 336.000 pekerjaan pekan lalu.

Sementara itu, harga minyak turun 60 sen atau 0,6 persen ke level US$94,20 per barel. Untuk harga emas berjangka juga turun US$9,3 atau 0,7 persen menjadi US$1.308,5 per ounce.


View the original article here

Mengekor Wall Street, Bursa Asia Turun Tajam

VIVAnews - Pasar saham Asia pada awal transaksi Jumat, 8 November 2013 merespons penurunan tajam di bursa Wall Street semalam. Perhatian investor masih tertuju pada pemotongan suku bunga tak terduga oleh Bank Sentral Eropa dan menjelang rilis data perdagangan di China.

Seperti dikutip dari CNBC, indeks Nikkei di bursa Jepang dan Kospi di Korea Selatan jatuh ke posisi terendah dalam satu bulan terakhir. Sementara itu, di bursa Australia, indeks S&P ASX 200 merosot 0,5 persen.

Sebelumnya, di bursa Wall Street, indeks Dow turun 1 persen, S&P 500 juga jatuh dan merupakan terburuk dalam 10 pekan terakhir. Kondisi serupa dialami indeks Nasdaq yang tergelincir 2 persen.

Data pada Kamis menunjukkan ekonomi AS tumbuh dengan laju tercepat dalam satu tahun terakhir selama kuartal ketiga. Pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) AS yang mencapai 2,8 persen memicu kekhawatiran Federal Reserve akan mengurangi stimulus.

Kebijakan mengejutkan Bank Sentral Eropa yang menurunkan suku bunga utama sebesar 25 basis poin menjadi 0,25 persen, memberi sentimen negatif ke pasar. Tidak hanya itu, Bank Sentral Eropa memotong suku bunga fasilitas pinjaman darurat menjadi 0,75 persen.

Indeks acuan di bursa Jepang, Nikkei, jatuh ke level terendah sejak awal Oktober. Penurunan Nikkei terbebani oleh saham eksportir blue-chip.
Saham Suzuki Motor dan produsen kamera, Nikon, tergelincir lebih dari 3 persen. Sementara itu, harga saham Sharp merosot 2 persen.

Di Australia, saham tambang juga turun, setelah harga emas jatuh ke level terendah tiga pekan terakhir. Saham Kinsgate Consolidated dan Newcrest Mining masing-masing anjlok 3 persen.

Harga saham Qantas pun jatuh 0,5 persen, setelah mengumumkan bahwa perusahaan akan menutup pabrik pemeliharaan di Victoria. Investor juga menunggu pernyataan bank sentral terkait kebijakan moneter Australia.

"Saya tidak berharap untuk mendengar kebijakan baru, mengingat saat ini pasar dalam posisi wait and see," kata Stan Shamu, ahli strategi pasar di IG.

Di bursa Korea Selatan, indeks utama juga terpuruk ke level yang tidak pernah terjadi sebelumnya sejak Oktober. Harga saham Samsung Electronics dan perusahaan baja, Posco, jatuh masing-masing 1 persen.


View the original article here

Perdagangan Perdana di Bursa, Saham Twitter Melonjak 72 Persen

VIVAnews - Debut saham Twitter, Inc di Bursa Efek New York, Amerika Serikat, meluncur manis. Pada perdagangan perdananya, saham situs mikroblog itu mampu meraup keuntungan 72,7 persen dan ditutup pada level US$44,9.

"Produk Twitter adalah salah satu yang paling menakjubkan yang pernah saya lihat dalam 31 tahun investasi di bidang teknologi," kata Roger McNamee, salah satu pendiri Elevation Partners kepada CNBC, Kamis 7 November 2013, waktu setempat.

Namun, pelaku pasar tetap berhati-hati menyikapi masa depan kinerja perusahaan jejaring sosial tersebut. Sebagian pengamat khawatir antusiasme investor terhadap saham Twitter bisa melampaui fundamental perusahaan.

Bob Peck, analis pertama yang merekomendasikan "buy" pada saham Twitter, juga mengingatkan investor untuk tidak terlalu terkesan dengan debut saham berkode TWTR itu.

Sebelumnya, Twitter menetapkan harga saham untuk penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) sebesar US$26 per unit. Dengan harga ini perusahaan mengharapkan IPO ini menjadi yang paling menarik sejak Facebook telah membuat debut yang mencengangkan di lantai bursa pada tahun lalu.

Seperti diberitakan Marketwatch, harga saham ini meningkatkan nilai IPO Twitter menjadi US$1,82 miliar dan masuk dalam debut terbesar kedua di bursa untuk perusahaan berbasis internet. Bahkan, disebutkan melampaui IPO Google pada 2004.

Saham Twitter mulai diperdagangkan pada Kamis 7 November 2012 di Bursa Efek New York, Amerika Serikat.

Perusahaan awalnya menetapkan kisaran harga US$17 hingga US$20 per saham, kemudian dinaikan menjadi US$23 hingga US$25, karena melihat permintaan yang amat kuat dari pelaku pasar.

Twitter menjual 70 juta saham dalam penawaran umum perdana ini, atau sekitar 13 persen dari total saham yang beredar. Jumlah saham yang dilepas Twitter lebih kecil dibanding saat Facebook melakukan IPO. Saat itu, Facebook menawarkan lebih dari 421 juta saham, mewakili 20 persen saham yang beredar.

Harga US$26 itu memberikan Twitter kapitalisasi pasar sekitar US$14 miliar. Kondisi ini menempatkan posisinya di atas perusahaan internet layanan sosial media lainnya seperti Groupon dan Yelp, tetapi masih di bawah Linkedin yang kapitalisasi pasarnya mencapai US$26,8 miliar atau Facebook sekitar US$120,2 miliar.

Dalam wawancara dengan CNBC, CEO Twitter, Dick Costolo, mengatakan bahwa perusahaan meyakini peningkatan harga saham IPO ini akan tetap mengundang "antusiasme" di pasar.

Menurut Costolo, perusahaan telah melakukan road show dan mengetahui bahwa para investor potensial sudah sangat familiar dengan Twitter. Ini mencerminkan betapa Twitter telah begitu kuat.

"Itu antusiasme dari investor dan mereka gunakan sendiri produk ini, dari basis user dan kemudian dari potensinya atas platform monetisasi sudah terlihat fantastis," kata Costolo. (ren)


View the original article here