Berhubung ada tugas tentang membuat makalah. Maka kali ini aku bakalan postingin gimana aku bikin makalah kemaren. Dengan mencari sumber-sumber disana sini maka jadilah makalah ini. Dan sekedar informasi ini makalah yang benar-benar aku buat sendiri, intinya ini merupakan makalah pertama bikinan sendiri. So, enjoy reading guys...
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah
yang Mahakuasa karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang
berjudul “Sejarah Kota Palembang” dapat ditulis dan diselesaikan dengan lancar
dan tanpa kendala yang berarti.
Makalah ini disusun secara
sistematis sesuai dengan bahan dan materi yang telah saya dapatkan diberbagai
situs mengenai sejarah kota Palembang – Sumatera Selatan. Dimana banyak hal
yang menarik yang dapat kita pelajari dengan menelusuri sejarah kota kita yang
tercinta ini.
Penulis berharap dengan dibuatnya
makalah ini, pembaca akan menjadi lebih mengetahui tentang sejarah kota yang
dijuluki dengan julukan “Wong Kito” ini. Sehingga pembaca bisa mengetahui dan
menyadari betapa hebatnya sejarah yang dimiliki kota Palembang.
Penulis menyadari sepenuhnya
bahwa makalah “Sejarah Kota Palembang” ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu dengan segala kerendahan hati kami mohon para pembaca dan guru
pembimbing untuk memberikan saran dan kritik yang membangun sehingga penulis
dapat meningkatkan kualitas dalam menyusun makalah yang akan datang.
Akhir kata penulis ucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses pembuatan makalah ini,
sehingga makalah ini dapat dibaca oleh para pembaca.
Penulis
Novy Stevani
Pratiwi
BAB I
PENDAHULUAN
1.
LATAR
BELAKANG
Latar
belakang penulis menulis makalah ini adalah untuk memberitahukan kepada para
pembaca bahwa kota Palembang memiliki sejarah tertua di Indonesia. Dalam
makalah ini penulis akan meninjau sejarah kota Palembang. Pada makalah ini
pembaca dapat mengetahui apa-apa saja berkenaan dengan sejarah terbentuknya
kota Palembang. Semoga dengan dibuatnya makalah ini, pembaca dapat menambah
pengetahuan mengenai kota Palembang.
Kota
Palembang adalah salah satu kota besar sekaligus merupakan ibu kota dari Provinsi Sumatra
Selatan. Palembang adalah kota terbesar
kedua di Sumatera setelah Medan. Kota ini dahulu pernah menjadi pusat Kerajaan Sriwijaya sebelum kemudian berpindah ke Jambi. Bukit Siguntang, di Palembang Barat, hingga sekarang masih
dikeramatkan banyak orang dan dianggap sebagai bekas pusat kesucian di masa
lalu.
Sempat
kehilangan fungsi sebagai pelabuhan besar, penduduk kota ini lalu mengadopsi
budaya Melayu pesisir, lalu Jawa. Sampai sekarang pun hal ini bisa dilihat dalam budayanya. Salah
satunya adalah bahasa. Kata-kata seperti "lawang (pintu)",
"gedang (pisang)", adalah salah satu contohnya. Gelar kebangsawanan
pun bernuansa Jawa, seperti Raden Mas/Ayu.
Makam-makam
peninggalan masa Islam pun tidak berbeda bentuk dan coraknya dengan makam-makam
Islam di Jawa.
Kota ini
memiliki komunitas Tionghoa yang besar. Makanan seperti pempek atau tekwan yang terbuat
dari ikan mengesankan "Chinese taste" yang kental masyarakat
Palembang.
Palembang
merupakan kota tertua di Indonesia, hal ini didasarkan pada prasasti Kedukan
Bukit yang diketemukan di Bukit Siguntang, sebelah barat Kota Palembang, yang
menyatakan pembentukan sebuah wanua yang ditafsirkan sebagai kota yang
merupakan ibukota Kerajaan Sriwijaya pada tanggal 16 Juni 683Masehi. Maka tanggal tersebut dijadikan patokan hari lahir Kota
Palembang.
2. Perumusan Masalah
Atas
latar belakang di atas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
Bagaimana
Sejarah Kota Palembang yang dimulai dari masa Kerajaan pada zaman Kerajaan
Sriwijaya?
3. Tujuan Masalah
Atas
dasar perumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah sebagai berikut
:
- Untuk mengetahui dan menganalis
lahirnya kota Palembang
- Untuk mengetahui dan
menganalisis perkembangan yang dicapai Palembang dari zaman ke zaman
- Untuk mengetahui dan
menganalisis secara sistematis berdirinya Palembang
BAB II
KERANGKA
TEORETIS
Definisi
Etimologis Sejarah
Kata
sejarah yang berasal dari bahasa Arab "SYAJARATUN" yang berarti pohon kehidupan walaupun
dalam bahasa Arab sendiri mengartika ilmu yang mempelajari kisah tentang masa
lalu dinamakan TARIKH.
Kata
sejarah dari bahasa Inggris "HISTORY" yang sebenarnya kata HISTORY itu sendiri berasal dari
bahasa Yunani ISTORIA yang berarti orang pandai
Kata
sejarah dalam bahasa Jerman dan Belanda.Dalam bahasa Jerman, kata sejarah
berasal dari kata GESCHICHTE dan dalam bahasa Belanda berasal dari kata
GESCHIDENIS. Dalam bahasa Jerman dan Belanda mempunyai arti yang sama, yaitu
"kejadian yang dibuat oleh manusia"
Definisi
Konseptual Sejarah
1)
Menurut
Abramowitz (Burher, 1970:42)
"history as a chronology of
events" yang berarti bahwa sejarah
merupakan sebuah kronologi atas suatu kejadian.
2)
Menurut
Sunnal dan Haas (1993: 278)
"history is a chronological study
that interprets and gives meaning to events and applies systematic methods to
discover the truth" yang berarti: sejarah
merupakan studi kronologis yang menafsirkan dan memberikan arti peristiwa dan
berlaku metode sistematis untuk menemukan kebenaran.
3)
Menurut
Sartono Kartodirdjo
sejarah dapat didefinisikan sebagai berbagai
bentuk penggambaran pengalaman kolektif di masa lampau. Setiap pengungkapannya
dapat dipandang sebagai suatu aktualisasi atau pementasan pengalaman masa
lampau. Menceritakan suatu kejadian ialah cara membuat hadir kembali (dalam
kesadaran) peristiwa tersebut dengan pengungkapan verbal.
BAB III
ANALISIS DAN
PEMBAHASAN
Kota
Palembang merupakan kota tertua di Indonesia berumur setidaknya 1382 tahun jika
berdasarkan prasasti Sriwijaya yang dikenal sebagai prasasti Kedudukan Bukit.
Menurut Prasasti yang berangka tahun 16 Juni 682. Pada saat itu oleh penguasa
Sriwijaya didirikan Wanua di daerah yang sekarang dikenal sebagai kota
Palembang. Menurut topografinya, kota ini dikelilingi oleh air, bahkan terendam
oleh air. Air tersebut bersumber baik dari sungai maupun rawa, juga air hujan.
Bahkan saat ini kota Palembang masih terdapat 52,24 % tanah yang yang tergenang
oleh air (data Statistik 1990). Berkemungkinan karena kondisi inilah maka nenek
moyang orang-orang kota ini menamakan kota ini sebagai Pa-lembang dalam bahasa
melayu Pa atau Pe sebagai kata tunjuk suatu tempat atau keadaan; sedangkan
lembang atau lembeng artinya tanah yang rendah, lembah akar yang membengkak
karena lama terendam air (menurut kamus melayu), sedangkan menurut bahasa
melayu-Palembang, lembang atau lembeng adalah genangan air. Jadi Palembang
adalah suatu tempat yang digenangi oleh air.
Secara
sistematis sebelum masa
NKRI pertumbuhan Kota Palembang dapat dibagi menjadi 4 fase utama, yaitu :
1. Fase
Sebelum Kerajaan Sriwijaya
Merupakan
zaman kegelapan, karena mengingat Palembang telah ada jauh sebelum bala tentara
Sriwijaya membangun sebuah kota dan penduduk asli daerah ini seperti yang
tertulis pada manuskrip lama di hulu Sungai Musi merupakan penduduk dari daerah
hulu Sungai Komering.
2. Fase
Kerajaan Sriwijaya
A.
Kerajaan Sriwijaya (Awal)
Pada periode 850 – 1025 Masehi,
Palembang merupakan kota terkaya di Asia Tenggara, hal ini seiring dengan
kemakmuran perdagangan Kerajaan Sriwijaya. Selain menjadi pusat perdagangan
Timur Jauh, pada masa ini Palembang juga menjadi pusat pengajaran agama Buddha.
Para pelajar dari Tiongkok banyak singgah di kota ini untuk mempelajari agama
Buddha sebelum melanjutkannya di India.
Pada tahun 990, Dharmawangsa dari
Kerajaan Medang menyerang Palembang. Pada penyerangan ini istana kerajaan
diserbu dan Palembang luluh lantak. Namun Culamanivarmadeva, raja yang berkuasa
ketika itu, dapat menguasai keadaan dan memukul balik pasukan Jawa untuk
kembali ke Medang. Palembang yang makmur itu kembali mendapat serangan dari
pihak asing. Rajendra Chola dari Kerajaan Chola menjarah Palembang pada tahun
1025. Setelah menghancurkan Palembang dan menawan rajanya, pasukan Chola
menjarah harta kerajaan yang melimpah ruah sebagai rampasan perang.
Dengan penyerangan ini situasi kerajaan tidak
terkendali yang berakibat pindahnya ibukota Sriwijaya ke Jambi. Sejak
kepindahan ini Palembang hanya menjadi kota pelabuhan sederhana yang tidak
berarti lagi bagi para pedagang asing.
Ada
tulisan menarik dari kronik Cina Chu-Fan-Chi yang ditulis oleh Chau Ju-Kua pada
abad ke 14, menceritakan tentang Sriwijaya sebagai berikut :Negara ini terletak
di Laut selatan, menguasai lalu lintas perdagangan asing di Selat. Pada zaman
dahulu pelabuhannya menggunakan rantai besi untuk menahan bajak-bajak laut yang
bermaksud jahat. Jika ada perahu-perahu asing datang, rantai itu diturunkan.
Setelah keadaan aman kembali, rantai itu disingkirkan. Perahu-perahu yang lewat
tanpa singgah dipelabuhan dikepung oleh perahu-perahu milik kerajaan dan
diserang. Semua awak-awak perahu tersebut berani mati. Itulah sebabnya maka
negara itu menjadi pusat pelayaran.
Pelaut-pelaut
Cina mencatat lebih realistis tentang kota Palembang, dimana mereka melihat
bagaimana kehiduapan penduduk kota yang hidup diatas rakit-rakit tanpa dipungut
pajak. Sedangkan bagi pemimpin hidup berumah ditanah kering diatas rumah yang
bertiang. Mereka mengeja nama Palembang sesuai dengan lidah dan aksara mereka.
Palembang disebut atau diucapkan mereka sebagai Po-lin-fong atau Ku-kang
(berarti pelabuhan lama).
B.
Runtuhnya Kerajaan Sriwijaya
Setelah
mengalami kejayaan diabad-abad ke-7 dan 9, maka dikurun abad ke-12 Sriwijaya
mengalami keruntuhan secara perlahan-lahan. Keruntuhan Sriwijaya ini, baik karena
persaingan dengan kerajaan di Jawa, pertempuran dengan kerajaan Cola dari India
dan terakhir kejatuhan ini tak terelakkan setelah bangkitnya bangkitnya
kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. Kerajaan-kerajaan Islam yang tadinya
merupakan bagian-bagian kecil dari kerajaan Sriwijaya, berkembang menjadi
kerajaan besar seperti yang ada di Aceh dan Semenanjung Malaysia.
Setelah keruntuhan Sriwijaya, tidak ada
satupun kekuasaan besar yang mengendalikan kota. Pada masa itu di Palembang dan
sekitarnya bermunculan kekuatan-kekuatan lokal seperti Panglima Bagus Kuning di
hilir Sungai Musi, Si Gentar Alam di daerah Perbukitan, Tuan Bosai dan
Junjungan Kuat di daerah hulu Sungai Komering, Panglima Gumay di sepanjang
Bukit Barisan dan sebagainya. Selain itu beberapa pedagang Tiongkok menjadikan
kota ini sebagai pangkalan perdagangan mereka. Orang Laut juga menjadikan
Palembang sebagai markas mereka untuk melakukan aktifitas bajak laut.
Pada fase inilah muncul pangeran
Sriwijaya yang terakhir, Parameswara. Setelah penyerangan Majapahit ke
Palembang, Parameswara bersama Sang Nila Utama pergi melarikan diri ke Tumasik.
Disana dia membunuh gubernur Tumasik yang berkebangsaan Thai. Sewaktu pasukan
Thai akan menyerang Tumasik, Parameswara bersama pengikutnya pindah ke Malaka
di semenanjung Malaysia, dan mendirikan Kerajaan Malaka. Setelah menikahi putri
Samudera Pasai, Parameswara memeluk Islam dan mengganti namanya menjadi Sultan
Iskandar Syah. Kejayaan Malaka pada abad ke-15, menjadikannya sebagai penguasa
tunggal Selat Malaka, dan pada masa itu Palembang juga berada di bawah
kekuasaannya.
3. Fase Kesultanan
Palembang Darussalam
Hancurnya Majapahit di Jawa secara
tidak langsung memberikan andil pada kekuatan lama hasil dari Ekspedisi
Pamalayu di Sumatera. Beberapa tokoh penting di balik hancurnya Majapahit
seperti Raden Patah, Ario Dillah (Ario Damar), dan Pati Unus merupakan
tokoh-tokoh yang erat kaitanya dengan Palembang. Setelah Kesultanan Demak yang
merupakan pengganti Majapahit di Jawa berdiri, di Palembang tak lama kemudian
berdiri pula Kesultanan Palembang Darussalam dengan “Susuhunan Abddurrahaman
Khalifatul Mukmiminin Sayyidul Iman” sebagai raja pertamanya.
Kerajaan ini mengawinkan dua
kebudayaan, maritim peninggalan dari Sriwijaya dan agraris dari Majapahit dan
menjadi pusat perdagangan yang paling besar di Semenanjung Malaka pada masanya.
Salah satu raja yang paling terkenal pada masa ini adalah Sultan Mahmud
Badaruddin II yang sempat menang tiga kali pada pertempuran melawan Eropa
(Belanda dan Inggris).
Menurut
Tomec Pires yang menulis sekitar tahun kejatuhan Melaka, menyatakan bahwa
pupusnya pengaruh Majapahit dan Cina du Palembang adalah akibat kebangkitan
Islam di wilayah Palembang sendiri. Situasi dan kondisi ini menempatkan
Palembang menjadi wilayah perlindungan Kerajaan Islam Demak sekitar tahun 1546,
yang melibatkan Aria Penangsang dari Jipang dan Pangeran Hadiwijaya dari
Pajang, dimana kematian Aria Penangsang membuat para pengikutnya melarikan diri
ke Palembang.Para pengikut Aria Jipang ini membuat ketakutan baru dengan
mendirikan Kerajaan Palembang.
Tokoh pendiri Kerajaan Palembang adalah Ki
Gede Ing Suro. Keraton pertamanya di Kuto Gawang, pada saat ini situsnya tepat
berada di komplesk PT. Pusri. Dimana makam Ki Gede Ing Suro berada di belakang
Pusri.Dari bentuk keraton Jawa di tepi sungai Musi, para penguasanya
beradaptasi dengan lingkungan melayu di sekitarnya. Terjadilah suatu akulturasi
dan asimilasi kebudayaan jawa dan melayu, yang dikenal sebagai kebudayaan Palembang.
Ki Mas Hindi adalah tokoh kerajaan Palembang yang memperjelas jati diri
Palemban, memutus hubungan ideologi dan kultural ddengan pusat kerajaan di Jawa
(Mataram). Dia menyatakan dirinya sebagai sultan, setara dengan Sultan Agung di
Mataram. Ki Mas Hindi bergelar Sultan Abdurrahma, yang kemudian dikenal sebagai
Sunan Cinde Walang (1659-1706.
Selain itu
dia juga membuat kanal-kanal di wilayah kesulatan, yang berfungsi ganda, yaitu
baik sebagai alur pelayaran, pertanian juga untuk pertahanan. Badaruddin Jayo
Wikramo memantapkan konsep kosmologi Batanghari Sembilan sebagai satu
lebensraum dari kekuasaan Palembang. Batanghari Sembilan adalah satu konsep
Melayu - Jawa, yaitu adalah delapan penjuru angin yang terpencar dari pusatnya
yang, merupakan penjuru kesembilan. Pusat atau penjuru kesembilan ini berada di
keraton Palembang (lebih tegas lagi berada ditangan Sultan yang berkuasa).
Dari seluruh
pelabuhan di wilayah orang-orang Melayu, Palembang telah membuktikan dn terus
secara seksama menjadi pelabuhan yang paling aman dan peraturan paling baik,
seperti dinyatakan oleh orang-orang pribumi dan orang-orang Eropa. Begitu
memasuki perairan sungai, perahu-perahu kecil, dengan kewaspadaan yang biasa
siaga dengan tindakan-tindakan perampasan. Kemungkinan perahu perampok yang
bersembunyi akan memangsa perahu-perahu dagang kecil yang memasuki sungai,
jarang terjadi, karena ketatnya penjagaan oleh kekuatan Sultan dengan segala
peralatannya.Selain kekayaan yang melimpah dari baiknya pelayanan pelabuhan dan
perdagangan, membuat Palembang mempunyai kesempatan memperkuat pertananannya.
Ini
dibuktikannya oleh Sultan Muhammad Bahauddin mendirikan keraton Kuto Besak pada
tahun 1780. Di dalam melawan penjajahan Belanda dan Inggris, Sultan Mahmud
Baruddin II berhasil mengatasi politik diplomasi dan peperangan kedua bangsa
tersebut. Sebelum jatuhnya Palembang dalam peperangan besar di tahun 1821,
Sultan Mahmud Badaruddin II secara beruntun pada tahun 1819 telah dua kali
mengahajar pasukan pasukan Belanda keluar dari perairan Palembang. Keperkasaan
Sultan Mahmud Badaruddin II ini dinilai oleh Pemerintah Republik Indonesia
adalah wajar untuk dianugrahi sebagai Pahlawan Nasional.
4. Fase Kolonialisme
a.
Masa
Belanda
Setelah jatuhnya Kesultanan
Palembang Darussalam pasca kalahnya Sultan Mahmud Badaruddin II pada pertempuran
yang keempat melawan Belanda yang pada saat ini turun dengan kekuatan besar
pimpinan Jendral de Kock, maka Palembang nyaris menjadi kerajaan bawahan.
Beberapa Sultan setelah Sultan Mahmud Badaruddin II yang menyatakan menyerah
kepada Belanda berusaha untuk memberontak tetapi kesemuanya gagal dan berakhir
dengan pembumihangusan bangunan kesultanan untuk menghilangkan simbol-simbol
kesultanan. Setelah itu Palembang dibagi menjadi dua keresidenan besar, dan
pemukiman di Palembang dibagi menjadi daerah Ilir dan Ulu.
Setelah Palembang dibawah adminstrasi
kolonial, maka oleh Regering Commisaris J.I Van Sevenhoven sistem perwilayahan
guguk harus dipecah belah. Pemecahan ini bukan saja memecah belah kekuatan
kesultanan, juga sekaligus memcah masyarakat yang tadinya tunduk kepada sistem
monarki, menjadi tuduk pada administrasi kolonial. Guguk dijadikan beberapa
kampung. Sebagai kepala diangkat menjadi Kepala Kampung, dan di Palembang
dibagi menjadi dua wilayah, yaitu Seberang Ulu dan Seberang Ilir. Untuk
mengepalai wilayah tersebut diangkat menjadi Demang.
Demang
adalah pamongraja pribumi yang tunduk kepada controleur. Kota Palembang pada
waktu itu terdiri dari 52 kampung, yaitu 36 kampung berada di seberang ilir dan
16 kampung di seberang Ulu. Kampung-kampung ini diberi nomor yaitu dari nomor 1
sampai 36 untuk seberang ilir, sedangkan seberang ulu dari 1 sampai 16
ulu.Pemberian nomor-nomor kampung ini penuh semangat pada awal pelaksanaannya,
tetapi kemudian pembagian tidak berkembang malah menyusut. Pada tahun 1939
kampung tersebut menjadi 43 buah, dimana 29 kampung berada diseberang ilir dan
14 kampung berada di seberang ulu.
Dapat
diperkirakan penciutan adminstratif kampung ini karena yang diperlukan bukanlah
wilayahnya, tetapi cacah jiwanya yang ada kaitan dengan pajak kepalanya.
Sehingga untuk itu digabungkanlah beberapa kampung yang cacah jiwanya minim,
dan cukup dikepalai oleh seorang Kepala Kampung.Oleh karen Kepala Kampung hanya
mengurus penduduk pribumi, maka untuk golongan orang Timur Asing, mereka
mempunyai Kepala dan wijk tersendiri. Untuk golongan Cina, kepalanya diangkat
dengan kedudukan seperti kepangkatan militer, yaitu Letnan, Kapten dan Mayor.
Demikian pula dengan golongan Arab dan Keling (India/Pakistan) dengan kepalanya
seorang Kapten.
Untuk
kedudukan kepala Bangsa Timur Asing, biasanya dipilih berdasarkan atas
pernyataan jumlah pajak yang akan mereka pungut dan diserahkan bagi pemerintah
disertai pula jaminan dana begi kedudukannya.Pemerintah Kota Palembang pada 1
April 1906 menjadi satu Stadgemeente. Satu pemerintahan kota yang otonom,
dimana dewan kota yang mengatur pemerintahan. Penduduk menyebut pemerintah kota
ini adalah Haminte. Ketua Dewan Kota adalah Burgemeester (Walikota), dia
dipilih oleh anggota Dewan Kota. Anggota Dewan Kota dipilih oleh penduduk
kota.Sebenernya pemerintah kota bukanlah dibentuk untuk tujuan utama memenuhi
kepentingan pribumi, akan tetapi lebih kepada kepentingan para pengusaha Barat
yang sedang menikmati liberalisasi. Karena dampak liberalisasi menjadikan kota
sebagai pusat atau konsentrasi ekonomi, baik sebagai pelabuhan ekspor,
industri, jasa-jasa perdagangan dan menjadi markas para pengusaha.
b.
Masa Jepang
Dizaman
penduduk Jepang (1942-1945), secara struktural tidak ada perubahan kedudukan
kepala kampung. Hanya gelarnya saja yang berubah, yaitu menjadi Ku - Co dan
mereka dibawah koordinasi Gun - Co. Tugasnya dititik beratkan pada pembangunan
ekonomi peperangan Jepang. Untuk merapatkan barisan dikalangan penduduk,
diperkenalkan suatu sistem lingkungan Jepang, Tonari - Gumi, yaitu Rukun
Tetangga yang meliputi setiap 10 rumah di suatu kampung. Tonari - gumi dipimpin
oleh seorang Ku - Mi - Co (Ketua RT).
BAB IV
PENUTUP
·
Kesimpulan
Dapat
disimpulkan bahwa Palembang dapat dibagi menjadi 4 fase yaitu fase sebelum
Kerajaan Sriwijaya, saat Kerajaan Sriwijaya, Fase Kesultanan Palembang
Darussalam dan fase kolonialisme. Palembang ternyata tidak dapat dipisahkan
kisahnya dengan Kerajaan Sriwijaya yang banyak memberikan pengaruh, bentuk dan
sistem politik bagi Palembang saat ini. Sejarah tentang kota Palembang juga
tidak lepas dari para pejuangnya salah satu pahlawan yang berperan penting
dalam fase Kesultanan adalah Sultan
Mahmud Badaruddin II.
·
Saran
Penulis berharap dengan
ditulisnya “Sejarah Kota Palembang” ini, pembaca menjadi lebih tertarik dengan
sejarah sebuah kota dan tidak menganggap bahwa sejarah adalah hal yang
membosankan untuk dipelajari. Dengan menarik minat para pembaca mengenai
sejarah sebuah kota, penulis berharap akan tumbuh rasa peduli terhadap
masing-masing kotanya dan tidak melecehkan suatu kota tertentu karena sejarah
kelam kotanya.
DAFTAR PUSTAKA