Laman

Jumat, 21 September 2012

Makalah sejarah kota Palembang


Berhubung ada tugas tentang membuat makalah. Maka kali ini aku bakalan postingin gimana aku bikin makalah kemaren. Dengan mencari sumber-sumber disana sini maka jadilah makalah ini. Dan sekedar informasi ini makalah yang benar-benar aku buat sendiri, intinya ini merupakan makalah pertama bikinan sendiri. So, enjoy reading guys...


KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah yang Mahakuasa karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “Sejarah Kota Palembang” dapat ditulis dan diselesaikan dengan lancar dan tanpa kendala yang berarti.
Makalah ini disusun secara sistematis sesuai dengan bahan dan materi yang telah saya dapatkan diberbagai situs mengenai sejarah kota Palembang – Sumatera Selatan. Dimana banyak hal yang menarik yang dapat kita pelajari dengan menelusuri sejarah kota kita yang tercinta ini.
Penulis berharap dengan dibuatnya makalah ini, pembaca akan menjadi lebih mengetahui tentang sejarah kota yang dijuluki dengan julukan “Wong Kito” ini. Sehingga pembaca bisa mengetahui dan menyadari betapa hebatnya sejarah yang dimiliki kota Palembang.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah “Sejarah Kota Palembang” ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati kami mohon para pembaca dan guru pembimbing untuk memberikan saran dan kritik yang membangun sehingga penulis dapat meningkatkan kualitas dalam menyusun makalah yang akan datang.
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses pembuatan makalah ini, sehingga makalah ini dapat dibaca oleh para pembaca.







Penulis
Novy Stevani Pratiwi

BAB I
PENDAHULUAN
1.    LATAR BELAKANG
Latar belakang penulis menulis makalah ini adalah untuk memberitahukan kepada para pembaca bahwa kota Palembang memiliki sejarah tertua di Indonesia. Dalam makalah ini penulis akan meninjau sejarah kota Palembang. Pada makalah ini pembaca dapat mengetahui apa-apa saja berkenaan dengan sejarah terbentuknya kota Palembang. Semoga dengan dibuatnya makalah ini, pembaca dapat menambah pengetahuan mengenai kota Palembang.
Kota Palembang adalah salah satu kota besar sekaligus merupakan ibu kota dari Provinsi Sumatra Selatan. Palembang adalah kota terbesar kedua di Sumatera setelah Medan. Kota ini dahulu pernah menjadi pusat Kerajaan Sriwijaya sebelum kemudian berpindah ke Jambi. Bukit Siguntang, di Palembang Barat, hingga sekarang masih dikeramatkan banyak orang dan dianggap sebagai bekas pusat kesucian di masa lalu.
Sempat kehilangan fungsi sebagai pelabuhan besar, penduduk kota ini lalu mengadopsi budaya Melayu pesisir, lalu Jawa. Sampai sekarang pun hal ini bisa dilihat dalam budayanya. Salah satunya adalah bahasa. Kata-kata seperti "lawang (pintu)", "gedang (pisang)", adalah salah satu contohnya. Gelar kebangsawanan pun bernuansa Jawa, seperti Raden Mas/Ayu.
Makam-makam peninggalan masa Islam pun tidak berbeda bentuk dan coraknya dengan makam-makam Islam di Jawa.
Kota ini memiliki komunitas Tionghoa yang besar. Makanan seperti pempek atau tekwan yang terbuat dari ikan mengesankan "Chinese taste" yang kental masyarakat Palembang.
Palembang merupakan kota tertua di Indonesia, hal ini didasarkan pada prasasti Kedukan Bukit yang diketemukan di Bukit Siguntang, sebelah barat Kota Palembang, yang menyatakan pembentukan sebuah wanua yang ditafsirkan sebagai kota yang merupakan ibukota Kerajaan Sriwijaya pada tanggal 16 Juni 683Masehi. Maka tanggal tersebut dijadikan patokan hari lahir Kota Palembang.
2.    Perumusan Masalah
Atas latar belakang di atas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
Bagaimana Sejarah Kota Palembang yang dimulai dari masa Kerajaan pada zaman Kerajaan Sriwijaya?
3.    Tujuan Masalah
Atas dasar perumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah sebagai berikut :
  1. Untuk mengetahui dan menganalis lahirnya kota Palembang
  2. Untuk mengetahui dan menganalisis perkembangan yang dicapai Palembang dari zaman ke zaman
  3. Untuk mengetahui dan menganalisis secara sistematis berdirinya Palembang
BAB II
KERANGKA TEORETIS
Definisi Etimologis Sejarah
Kata sejarah yang berasal dari bahasa Arab "SYAJARATUN" yang berarti pohon kehidupan walaupun dalam bahasa Arab sendiri mengartika ilmu yang mempelajari kisah tentang masa lalu dinamakan TARIKH.
Kata sejarah dari bahasa Inggris "HISTORY" yang sebenarnya kata HISTORY itu sendiri berasal dari bahasa Yunani ISTORIA yang berarti orang pandai
Kata sejarah dalam bahasa Jerman dan Belanda.Dalam bahasa Jerman, kata sejarah berasal dari kata GESCHICHTE dan dalam bahasa Belanda berasal dari kata GESCHIDENIS. Dalam bahasa Jerman dan Belanda mempunyai arti yang sama, yaitu "kejadian yang dibuat oleh manusia"
Definisi Konseptual Sejarah
1)     Menurut Abramowitz (Burher, 1970:42)
"history as a chronology of events" yang berarti bahwa sejarah merupakan sebuah kronologi atas suatu kejadian.

2)     Menurut Sunnal dan Haas (1993: 278)
"history is a chronological study that interprets and gives meaning to events and applies systematic methods to discover the truth" yang berarti: sejarah merupakan studi kronologis yang menafsirkan dan memberikan arti peristiwa dan berlaku metode sistematis untuk menemukan kebenaran.

3)     Menurut Sartono Kartodirdjo
sejarah dapat didefinisikan sebagai berbagai bentuk penggambaran pengalaman kolektif di masa lampau. Setiap pengungkapannya dapat dipandang sebagai suatu aktualisasi atau pementasan pengalaman masa lampau. Menceritakan suatu kejadian ialah cara membuat hadir kembali (dalam kesadaran) peristiwa tersebut dengan pengungkapan verbal.

BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Kota Palembang merupakan kota tertua di Indonesia berumur setidaknya 1382 tahun jika berdasarkan prasasti Sriwijaya yang dikenal sebagai prasasti Kedudukan Bukit. Menurut Prasasti yang berangka tahun 16 Juni 682. Pada saat itu oleh penguasa Sriwijaya didirikan Wanua di daerah yang sekarang dikenal sebagai kota Palembang. Menurut topografinya, kota ini dikelilingi oleh air, bahkan terendam oleh air. Air tersebut bersumber baik dari sungai maupun rawa, juga air hujan. Bahkan saat ini kota Palembang masih terdapat 52,24 % tanah yang yang tergenang oleh air (data Statistik 1990). Berkemungkinan karena kondisi inilah maka nenek moyang orang-orang kota ini menamakan kota ini sebagai Pa-lembang dalam bahasa melayu Pa atau Pe sebagai kata tunjuk suatu tempat atau keadaan; sedangkan lembang atau lembeng artinya tanah yang rendah, lembah akar yang membengkak karena lama terendam air (menurut kamus melayu), sedangkan menurut bahasa melayu-Palembang, lembang atau lembeng adalah genangan air. Jadi Palembang adalah suatu tempat yang digenangi oleh air.
Secara sistematis sebelum masa NKRI pertumbuhan Kota Palembang dapat dibagi menjadi 4 fase utama, yaitu :
1.     Fase Sebelum Kerajaan Sriwijaya
Merupakan zaman kegelapan, karena mengingat Palembang telah ada jauh sebelum bala tentara Sriwijaya membangun sebuah kota dan penduduk asli daerah ini seperti yang tertulis pada manuskrip lama di hulu Sungai Musi merupakan penduduk dari daerah hulu Sungai Komering.
2.     Fase Kerajaan Sriwijaya
A.     Kerajaan Sriwijaya (Awal)
Pada periode 850 – 1025 Masehi, Palembang merupakan kota terkaya di Asia Tenggara, hal ini seiring dengan kemakmuran perdagangan Kerajaan Sriwijaya. Selain menjadi pusat perdagangan Timur Jauh, pada masa ini Palembang juga menjadi pusat pengajaran agama Buddha. Para pelajar dari Tiongkok banyak singgah di kota ini untuk mempelajari agama Buddha sebelum melanjutkannya di India.

Pada tahun 990, Dharmawangsa dari Kerajaan Medang menyerang Palembang. Pada penyerangan ini istana kerajaan diserbu dan Palembang luluh lantak. Namun Culamanivarmadeva, raja yang berkuasa ketika itu, dapat menguasai keadaan dan memukul balik pasukan Jawa untuk kembali ke Medang. Palembang yang makmur itu kembali mendapat serangan dari pihak asing. Rajendra Chola dari Kerajaan Chola menjarah Palembang pada tahun 1025. Setelah menghancurkan Palembang dan menawan rajanya, pasukan Chola menjarah harta kerajaan yang melimpah ruah sebagai rampasan perang.

Dengan penyerangan ini situasi kerajaan tidak terkendali yang berakibat pindahnya ibukota Sriwijaya ke Jambi. Sejak kepindahan ini Palembang hanya menjadi kota pelabuhan sederhana yang tidak berarti lagi bagi para pedagang asing. 
Ada tulisan menarik dari kronik Cina Chu-Fan-Chi yang ditulis oleh Chau Ju-Kua pada abad ke 14, menceritakan tentang Sriwijaya sebagai berikut :Negara ini terletak di Laut selatan, menguasai lalu lintas perdagangan asing di Selat. Pada zaman dahulu pelabuhannya menggunakan rantai besi untuk menahan bajak-bajak laut yang bermaksud jahat. Jika ada perahu-perahu asing datang, rantai itu diturunkan. Setelah keadaan aman kembali, rantai itu disingkirkan. Perahu-perahu yang lewat tanpa singgah dipelabuhan dikepung oleh perahu-perahu milik kerajaan dan diserang. Semua awak-awak perahu tersebut berani mati. Itulah sebabnya maka negara itu menjadi pusat pelayaran.
Pelaut-pelaut Cina mencatat lebih realistis tentang kota Palembang, dimana mereka melihat bagaimana kehiduapan penduduk kota yang hidup diatas rakit-rakit tanpa dipungut pajak. Sedangkan bagi pemimpin hidup berumah ditanah kering diatas rumah yang bertiang. Mereka mengeja nama Palembang sesuai dengan lidah dan aksara mereka. Palembang disebut atau diucapkan mereka sebagai Po-lin-fong atau Ku-kang (berarti pelabuhan lama).
B.     Runtuhnya Kerajaan Sriwijaya
Setelah mengalami kejayaan diabad-abad ke-7 dan 9, maka dikurun abad ke-12 Sriwijaya mengalami keruntuhan secara perlahan-lahan. Keruntuhan Sriwijaya ini, baik karena persaingan dengan kerajaan di Jawa, pertempuran dengan kerajaan Cola dari India dan terakhir kejatuhan ini tak terelakkan setelah bangkitnya bangkitnya kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. Kerajaan-kerajaan Islam yang tadinya merupakan bagian-bagian kecil dari kerajaan Sriwijaya, berkembang menjadi kerajaan besar seperti yang ada di Aceh dan Semenanjung Malaysia.
Setelah keruntuhan Sriwijaya, tidak ada satupun kekuasaan besar yang mengendalikan kota. Pada masa itu di Palembang dan sekitarnya bermunculan kekuatan-kekuatan lokal seperti Panglima Bagus Kuning di hilir Sungai Musi, Si Gentar Alam di daerah Perbukitan, Tuan Bosai dan Junjungan Kuat di daerah hulu Sungai Komering, Panglima Gumay di sepanjang Bukit Barisan dan sebagainya. Selain itu beberapa pedagang Tiongkok menjadikan kota ini sebagai pangkalan perdagangan mereka. Orang Laut juga menjadikan Palembang sebagai markas mereka untuk melakukan aktifitas bajak laut.

Pada fase inilah muncul pangeran Sriwijaya yang terakhir, Parameswara. Setelah penyerangan Majapahit ke Palembang, Parameswara bersama Sang Nila Utama pergi melarikan diri ke Tumasik. Disana dia membunuh gubernur Tumasik yang berkebangsaan Thai. Sewaktu pasukan Thai akan menyerang Tumasik, Parameswara bersama pengikutnya pindah ke Malaka di semenanjung Malaysia, dan mendirikan Kerajaan Malaka. Setelah menikahi putri Samudera Pasai, Parameswara memeluk Islam dan mengganti namanya menjadi Sultan Iskandar Syah. Kejayaan Malaka pada abad ke-15, menjadikannya sebagai penguasa tunggal Selat Malaka, dan pada masa itu Palembang juga berada di bawah kekuasaannya.

3.     Fase Kesultanan Palembang Darussalam

Hancurnya Majapahit di Jawa secara tidak langsung memberikan andil pada kekuatan lama hasil dari Ekspedisi Pamalayu di Sumatera. Beberapa tokoh penting di balik hancurnya Majapahit seperti Raden Patah, Ario Dillah (Ario Damar), dan Pati Unus merupakan tokoh-tokoh yang erat kaitanya dengan Palembang. Setelah Kesultanan Demak yang merupakan pengganti Majapahit di Jawa berdiri, di Palembang tak lama kemudian berdiri pula Kesultanan Palembang Darussalam dengan “Susuhunan Abddurrahaman Khalifatul Mukmiminin Sayyidul Iman” sebagai raja pertamanya.

Kerajaan ini mengawinkan dua kebudayaan, maritim peninggalan dari Sriwijaya dan agraris dari Majapahit dan menjadi pusat perdagangan yang paling besar di Semenanjung Malaka pada masanya. Salah satu raja yang paling terkenal pada masa ini adalah Sultan Mahmud Badaruddin II yang sempat menang tiga kali pada pertempuran melawan Eropa (Belanda dan Inggris).
Menurut Tomec Pires yang menulis sekitar tahun kejatuhan Melaka, menyatakan bahwa pupusnya pengaruh Majapahit dan Cina du Palembang adalah akibat kebangkitan Islam di wilayah Palembang sendiri. Situasi dan kondisi ini menempatkan Palembang menjadi wilayah perlindungan Kerajaan Islam Demak sekitar tahun 1546, yang melibatkan Aria Penangsang dari Jipang dan Pangeran Hadiwijaya dari Pajang, dimana kematian Aria Penangsang membuat para pengikutnya melarikan diri ke Palembang.Para pengikut Aria Jipang ini membuat ketakutan baru dengan mendirikan Kerajaan Palembang.
 Tokoh pendiri Kerajaan Palembang adalah Ki Gede Ing Suro. Keraton pertamanya di Kuto Gawang, pada saat ini situsnya tepat berada di komplesk PT. Pusri. Dimana makam Ki Gede Ing Suro berada di belakang Pusri.Dari bentuk keraton Jawa di tepi sungai Musi, para penguasanya beradaptasi dengan lingkungan melayu di sekitarnya. Terjadilah suatu akulturasi dan asimilasi kebudayaan jawa dan melayu, yang dikenal sebagai kebudayaan Palembang. Ki Mas Hindi adalah tokoh kerajaan Palembang yang memperjelas jati diri Palemban, memutus hubungan ideologi dan kultural ddengan pusat kerajaan di Jawa (Mataram). Dia menyatakan dirinya sebagai sultan, setara dengan Sultan Agung di Mataram. Ki Mas Hindi bergelar Sultan Abdurrahma, yang kemudian dikenal sebagai Sunan Cinde Walang (1659-1706.
Selain itu dia juga membuat kanal-kanal di wilayah kesulatan, yang berfungsi ganda, yaitu baik sebagai alur pelayaran, pertanian juga untuk pertahanan. Badaruddin Jayo Wikramo memantapkan konsep kosmologi Batanghari Sembilan sebagai satu lebensraum dari kekuasaan Palembang. Batanghari Sembilan adalah satu konsep Melayu - Jawa, yaitu adalah delapan penjuru angin yang terpencar dari pusatnya yang, merupakan penjuru kesembilan. Pusat atau penjuru kesembilan ini berada di keraton Palembang (lebih tegas lagi berada ditangan Sultan yang berkuasa).
Dari seluruh pelabuhan di wilayah orang-orang Melayu, Palembang telah membuktikan dn terus secara seksama menjadi pelabuhan yang paling aman dan peraturan paling baik, seperti dinyatakan oleh orang-orang pribumi dan orang-orang Eropa. Begitu memasuki perairan sungai, perahu-perahu kecil, dengan kewaspadaan yang biasa siaga dengan tindakan-tindakan perampasan. Kemungkinan perahu perampok yang bersembunyi akan memangsa perahu-perahu dagang kecil yang memasuki sungai, jarang terjadi, karena ketatnya penjagaan oleh kekuatan Sultan dengan segala peralatannya.Selain kekayaan yang melimpah dari baiknya pelayanan pelabuhan dan perdagangan, membuat Palembang mempunyai kesempatan memperkuat pertananannya.
Ini dibuktikannya oleh Sultan Muhammad Bahauddin mendirikan keraton Kuto Besak pada tahun 1780. Di dalam melawan penjajahan Belanda dan Inggris, Sultan Mahmud Baruddin II berhasil mengatasi politik diplomasi dan peperangan kedua bangsa tersebut. Sebelum jatuhnya Palembang dalam peperangan besar di tahun 1821, Sultan Mahmud Badaruddin II secara beruntun pada tahun 1819 telah dua kali mengahajar pasukan pasukan Belanda keluar dari perairan Palembang. Keperkasaan Sultan Mahmud Badaruddin II ini dinilai oleh Pemerintah Republik Indonesia adalah wajar untuk dianugrahi sebagai Pahlawan Nasional.


4.     Fase Kolonialisme
a.      Masa Belanda
Setelah jatuhnya Kesultanan Palembang Darussalam pasca kalahnya Sultan Mahmud Badaruddin II pada pertempuran yang keempat melawan Belanda yang pada saat ini turun dengan kekuatan besar pimpinan Jendral de Kock, maka Palembang nyaris menjadi kerajaan bawahan. Beberapa Sultan setelah Sultan Mahmud Badaruddin II yang menyatakan menyerah kepada Belanda berusaha untuk memberontak tetapi kesemuanya gagal dan berakhir dengan pembumihangusan bangunan kesultanan untuk menghilangkan simbol-simbol kesultanan. Setelah itu Palembang dibagi menjadi dua keresidenan besar, dan pemukiman di Palembang dibagi menjadi daerah Ilir dan Ulu.
 Setelah Palembang dibawah adminstrasi kolonial, maka oleh Regering Commisaris J.I Van Sevenhoven sistem perwilayahan guguk harus dipecah belah. Pemecahan ini bukan saja memecah belah kekuatan kesultanan, juga sekaligus memcah masyarakat yang tadinya tunduk kepada sistem monarki, menjadi tuduk pada administrasi kolonial. Guguk dijadikan beberapa kampung. Sebagai kepala diangkat menjadi Kepala Kampung, dan di Palembang dibagi menjadi dua wilayah, yaitu Seberang Ulu dan Seberang Ilir. Untuk mengepalai wilayah tersebut diangkat menjadi Demang.
Demang adalah pamongraja pribumi yang tunduk kepada controleur. Kota Palembang pada waktu itu terdiri dari 52 kampung, yaitu 36 kampung berada di seberang ilir dan 16 kampung di seberang Ulu. Kampung-kampung ini diberi nomor yaitu dari nomor 1 sampai 36 untuk seberang ilir, sedangkan seberang ulu dari 1 sampai 16 ulu.Pemberian nomor-nomor kampung ini penuh semangat pada awal pelaksanaannya, tetapi kemudian pembagian tidak berkembang malah menyusut. Pada tahun 1939 kampung tersebut menjadi 43 buah, dimana 29 kampung berada diseberang ilir dan 14 kampung berada di seberang ulu.
Dapat diperkirakan penciutan adminstratif kampung ini karena yang diperlukan bukanlah wilayahnya, tetapi cacah jiwanya yang ada kaitan dengan pajak kepalanya. Sehingga untuk itu digabungkanlah beberapa kampung yang cacah jiwanya minim, dan cukup dikepalai oleh seorang Kepala Kampung.Oleh karen Kepala Kampung hanya mengurus penduduk pribumi, maka untuk golongan orang Timur Asing, mereka mempunyai Kepala dan wijk tersendiri. Untuk golongan Cina, kepalanya diangkat dengan kedudukan seperti kepangkatan militer, yaitu Letnan, Kapten dan Mayor. Demikian pula dengan golongan Arab dan Keling (India/Pakistan) dengan kepalanya seorang Kapten.
Untuk kedudukan kepala Bangsa Timur Asing, biasanya dipilih berdasarkan atas pernyataan jumlah pajak yang akan mereka pungut dan diserahkan bagi pemerintah disertai pula jaminan dana begi kedudukannya.Pemerintah Kota Palembang pada 1 April 1906 menjadi satu Stadgemeente. Satu pemerintahan kota yang otonom, dimana dewan kota yang mengatur pemerintahan. Penduduk menyebut pemerintah kota ini adalah Haminte. Ketua Dewan Kota adalah Burgemeester (Walikota), dia dipilih oleh anggota Dewan Kota. Anggota Dewan Kota dipilih oleh penduduk kota.Sebenernya pemerintah kota bukanlah dibentuk untuk tujuan utama memenuhi kepentingan pribumi, akan tetapi lebih kepada kepentingan para pengusaha Barat yang sedang menikmati liberalisasi. Karena dampak liberalisasi menjadikan kota sebagai pusat atau konsentrasi ekonomi, baik sebagai pelabuhan ekspor, industri, jasa-jasa perdagangan dan menjadi markas para pengusaha.
b.     Masa Jepang
Dizaman penduduk Jepang (1942-1945), secara struktural tidak ada perubahan kedudukan kepala kampung. Hanya gelarnya saja yang berubah, yaitu menjadi Ku - Co dan mereka dibawah koordinasi Gun - Co. Tugasnya dititik beratkan pada pembangunan ekonomi peperangan Jepang. Untuk merapatkan barisan dikalangan penduduk, diperkenalkan suatu sistem lingkungan Jepang, Tonari - Gumi, yaitu Rukun Tetangga yang meliputi setiap 10 rumah di suatu kampung. Tonari - gumi dipimpin oleh seorang Ku - Mi - Co (Ketua RT).
BAB IV
PENUTUP
·       Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa Palembang dapat dibagi menjadi 4 fase yaitu fase sebelum Kerajaan Sriwijaya, saat Kerajaan Sriwijaya, Fase Kesultanan Palembang Darussalam dan fase kolonialisme. Palembang ternyata tidak dapat dipisahkan kisahnya dengan Kerajaan Sriwijaya yang banyak memberikan pengaruh, bentuk dan sistem politik bagi Palembang saat ini. Sejarah tentang kota Palembang juga tidak lepas dari para pejuangnya salah satu pahlawan yang berperan penting dalam fase Kesultanan adalah Sultan Mahmud Badaruddin II.

·       Saran

Penulis berharap dengan ditulisnya “Sejarah Kota Palembang” ini, pembaca menjadi lebih tertarik dengan sejarah sebuah kota dan tidak menganggap bahwa sejarah adalah hal yang membosankan untuk dipelajari. Dengan menarik minat para pembaca mengenai sejarah sebuah kota, penulis berharap akan tumbuh rasa peduli terhadap masing-masing kotanya dan tidak melecehkan suatu kota tertentu karena sejarah kelam kotanya.

DAFTAR PUSTAKA

·         www.google.com



Tidak ada komentar:

Posting Komentar