Laman

Tampilkan postingan dengan label terkait. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label terkait. Tampilkan semua postingan

Minggu, 10 November 2013

Studi: injeksi gas terkait dengan gempa bumi kecil

Jalanan yang retak akibat gempa di Takengon, Aceh Tengah, Aceh, Rabu (3/7). (ANTARA FOTO/Rahmad)

Washington (ANTARA News) - Injeksi gas dalam jumlah banyak, terutama karbon dioksida (CO2), ke bawah permukaan tanah di ladang minyak Texas berkaitan dengan serangkaian gempa bumi kecil, demikian menurut hasil studi peneliti Amerika Serikat (AS) dan China.

Gan Wei dari China University of Geoscience dan Cliff Frohlich dari University of Texas di Austin memusatkan studi pada satu daerah di Texas Barat Laut dengan tiga ladang minyak dan gas besar yakni Cogdell, Salt Creek dan Unit Scurry Area Canyon Reef Operators Committee (SACROC), yang semuanya memproduksi minyak bumi sejak 1950-an.

Para operator mulai menyuntikkan gas karbon dioksida di ladang SACROC pada 1971 untuk mendongkrak produksi minyak bumi.

Proses yang disebut Carbondioxide Enhanced Oil Recovery (CO2 EOR) itu dilakukan dengan menyuntikkan gas CO2 ke kedalaman formasi batuan, teknik yang diusulkan untuk mengurangi buangan gas rumah kaca dengan menangkap karbon dioksida dan menyuntikkannya jauh ke dalam tanah untuk penyimpanan jangka panjang.

Di Ladang Cogdell, CO2 EOR mulai dilakukan tahun 2001 dan menghasilkan peningkatan mencolok mulai 2004.

Dengan menggunakan jaringan seismometer sementara resolusi tinggi, para peneliti mengidentifikasi 93 gempa bumi di daerah Cogdell mulai Maret 2009 sampai Desember 2010, tiga di antaranya memiliki magnitudo lebih dari 3,0.

Bahkan gempa dengan magnitudo 4,4 terjadi di Cogdell pada September 2011. Namun tak ada laporan mengenai korban cedera atau kerusakan parah akibat gempa tersebut.

Menggunakan data injeksi gas dan ekstraksi cairan dan gas, para peneliti menyimpulkan bahwa gempa bumi berkorelasi dengan peningkatan CO2 EOR di Cogdell.

Namun dalam studi yang dipublikasikan di jurnal Proceedings of the National Academy of Science itu mereka juga menemukan bahwa tingkat injeksi gas yang sama tidak memicu gempa yang setara di ladang minyak yang lain.

"Studi kami menunjukkan untuk pertama kali penyuntikan gas bawah tanah bisa menyebabkan gempa bumi yang magnitudonya 3,0 lebih," kata Gan kepada kantor berita Xinhua.

"Tapi ada ladang lain di dekatnya yang telah mengalami kebanjiran CO2 serupa tanpa memicu gempa, jadi studi lebih lanjut diperlukan untuk lebih memahami mengapa ladang minyak itu bereaksi secara berbeda terhadap penyuntikan gas," kata Gan.

Di dalam satu dokumen studi tahu lalu di jurnal yang sama, peneliti Stanford University Mark Zoback dan Steven Gorelick berpendapat "kemungkinan besar gempa bumi bisa dipicu oleh penyuntikan CO2 dalam jumlah besar".

Menurut para peneliti, satu penjelasan yang mungkin bagi reaksi berbeda terhadap injeksi gas di tiga ladang itu ialah kemungkinan keberadaan lempeng geologi di area Cogdell yang prima dan siap bergerak ketika tekanan gas dalam jumlah besar mengurangi gesekan lempeng itu.

(Uu.C003)


View the original article here

Jumat, 08 November 2013

5 Hal yang Perlu Diketahui Terkait IPO Twitter

VIVAnews - Twitter secara resmi telah melantai di Bursa Efek New York, Amerika Serikat dengan kode saham TWTR. Debut saham situs mikroblog 140 karakter itu meluncur manis pada perdagangan perdananya.

Berikut adalah 5 hal yang perlu diketahui terkait IPO Twitter seperti dikutip dari Usatoday pada Jumat 8 November 2013.

Pertama, penetapan harga saham perdana Twitter sebesar US$26 per saham dari kisaran prediksi sebelumnya US$23-25 per saham. Dengan harga saham US$26 per saham nilai perusahaan mencapai US$18,34 miliar. Jumlah itu melebihi Macy yang memiliki kapitalisasi pasar sebesar US$17 miliar dan Bed Bath & Beyond berkapitalisasi pasar US$16 miliar. Menurut Dealogic, jasa pialang, IPO Twitter merupakan IPO terbesar kedua pada perusahaan berbasis internet di Amerika Serikat, mengikuti langkah Facebook. IPO Twitter juga merupakan IPO terbesar ketiga perusahaan di Amerika Serikat pada tahun ini.

Kedua, adanya debut yang sibuk. Seperti terjadi pada IPO perusahaan dengan keuntungan yang tinggi, Twitter juga mempunyai banyak kegiatan pada hari pertamanya masuk pasar saham. "Kami melihat volume perdagangan yang sangat besar," ujar Bruno del Ama, CEO Global X Funds yang mengharapkan adanya peningkatan harga saham Twitter pada penutupan pasar. Setelah menciptakan lonjakan yang cukup signifikan di awal perdagangan, diperkirakan harga saham Twitter akan jatuh kembali ke bawah. "Dalam beberapa hari setelah IPO, harga saham mulai akan turun sedikit," kata del Ama.

Ketiga, menjadi miliarder terbaru dunia. Pendiri dan pemilik saham terbesar Twitter, Evan Williams, menjadi orang yang paling diuntungkan dari IPO Twitter. Dia memperkirakan dapat meraup keuntungan US$1 miliar. Jika harga saham dapat naik dua kali lipat, rekan pendiri Twitter dan CEO Square, Jack Dorsey, akan bergabung dengan Williams di klub miliarder. Pada 21 Maret 2006, Dorsey telah memposting tweet pertamanya di dunia dengan kalimat "Hanya menyiapkan twitter saya."

Keempat, bagaimana persiapan Bursa Efek New York, Amerika Serikat menyambut IPO Twitter? Sebelumnya ada kekhawatiran masuknya saham Twitter akan menimbulkan masalah teknis seperti yang dialami Facebook saat bergabung di Nasdaq pada musim semi lalu. Namun, setelah uji coba berhasil, Bursa Efek New York nampaknya yakin dapat menangani volume perdagangan yang sangat besar. "Kami menyiapkan perencanaan yang matang untuk IPO Twitter dan bekerjasama dengan industri yang memiliki pengalaman kelas dunia untuk memberikan kepastian pada investor ritel dan semua pelaku pasar," kata Marissa Arnold, Juru Bicara Bursa Efek New York.

Kelima, haruskah memiliki saham Twitter? Ada beberapa cara bagi investor umum untuk mendapatkan saham Twitter, misalnya bekerja sama dengan perusahaan pialang untuk membeli melalui reksa dana. Matt Krantz dari Usatoday menjelaskan, apabila kita tidak mengetahui bagaimana cara membeli saham IPO Twitter, jangan mencoba. Jika anda terbiasa berinvestasi secara teratur, anda mungkin akan menunda untuk membeli. Krantz menulis, "Jika memang besar, investor kaya tidak akan langsung bertindak pada lonjakan saham, seharusnya anda akan bertanya mengapa?" (umi)


View the original article here

Rabu, 06 November 2013

Studi: injeksi gas terkait dengan gempa bumi kecil

Jalanan yang retak akibat gempa di Takengon, Aceh Tengah, Aceh, Rabu (3/7). (ANTARA FOTO/Rahmad)

Washington (ANTARA News) - Injeksi gas dalam jumlah banyak, terutama karbon dioksida (CO2), ke bawah permukaan tanah di ladang minyak Texas berkaitan dengan serangkaian gempa bumi kecil, demikian menurut hasil studi peneliti Amerika Serikat (AS) dan China.

Gan Wei dari China University of Geoscience dan Cliff Frohlich dari University of Texas di Austin memusatkan studi pada satu daerah di Texas Barat Laut dengan tiga ladang minyak dan gas besar yakni Cogdell, Salt Creek dan Unit Scurry Area Canyon Reef Operators Committee (SACROC), yang semuanya memproduksi minyak bumi sejak 1950-an.

Para operator mulai menyuntikkan gas karbon dioksida di ladang SACROC pada 1971 untuk mendongkrak produksi minyak bumi.

Proses yang disebut Carbondioxide Enhanced Oil Recovery (CO2 EOR) itu dilakukan dengan menyuntikkan gas CO2 ke kedalaman formasi batuan, teknik yang diusulkan untuk mengurangi buangan gas rumah kaca dengan menangkap karbon dioksida dan menyuntikkannya jauh ke dalam tanah untuk penyimpanan jangka panjang.

Di Ladang Cogdell, CO2 EOR mulai dilakukan tahun 2001 dan menghasilkan peningkatan mencolok mulai 2004.

Dengan menggunakan jaringan seismometer sementara resolusi tinggi, para peneliti mengidentifikasi 93 gempa bumi di daerah Cogdell mulai Maret 2009 sampai Desember 2010, tiga di antaranya memiliki magnitudo lebih dari 3,0.

Bahkan gempa dengan magnitudo 4,4 terjadi di Cogdell pada September 2011. Namun tak ada laporan mengenai korban cedera atau kerusakan parah akibat gempa tersebut.

Menggunakan data injeksi gas dan ekstraksi cairan dan gas, para peneliti menyimpulkan bahwa gempa bumi berkorelasi dengan peningkatan CO2 EOR di Cogdell.

Namun dalam studi yang dipublikasikan di jurnal Proceedings of the National Academy of Science itu mereka juga menemukan bahwa tingkat injeksi gas yang sama tidak memicu gempa yang setara di ladang minyak yang lain.

"Studi kami menunjukkan untuk pertama kali penyuntikan gas bawah tanah bisa menyebabkan gempa bumi yang magnitudonya 3,0 lebih," kata Gan kepada kantor berita Xinhua.

"Tapi ada ladang lain di dekatnya yang telah mengalami kebanjiran CO2 serupa tanpa memicu gempa, jadi studi lebih lanjut diperlukan untuk lebih memahami mengapa ladang minyak itu bereaksi secara berbeda terhadap penyuntikan gas," kata Gan.

Di dalam satu dokumen studi tahu lalu di jurnal yang sama, peneliti Stanford University Mark Zoback dan Steven Gorelick berpendapat "kemungkinan besar gempa bumi bisa dipicu oleh penyuntikan CO2 dalam jumlah besar".

Menurut para peneliti, satu penjelasan yang mungkin bagi reaksi berbeda terhadap injeksi gas di tiga ladang itu ialah kemungkinan keberadaan lempeng geologi di area Cogdell yang prima dan siap bergerak ketika tekanan gas dalam jumlah besar mengurangi gesekan lempeng itu.

(Uu.C003)


View the original article here