Laman

Selasa, 19 Februari 2013

Sunyi


Aku merasa telah jatuh ke lubang yang sama untuk kedua kalinya. Namun kali ini, ada banyak perbedaan. Tidak ada lagi uluran tangan dari dia yang kusebut pendamping. Dan kini jatuh di lubang yang semakin dalam nan gelap, tanpa diberi kesempatan untuk bangkit berdiri. Sedang untuk merangkak saja ku tak lagi mampu.  
Mustahil untuk bangkit. Sama mustahilnya untuk menyebrangi laut badai tanpa kapal diatasnya. Jatuh. Kejatuhan yang sempurna. Sendiri. Merasa terabaikan. Seandainya hal ini ada diantara kamu dan mereka. Apa kamu bisa menjalani setiap detiknya? Bisakah merasakan hal yang kamu sendiri merinding untuk membanyangkan apa yang akan terjadi. Cinta, terluka, bangkit, dan terluka kembali. Haruskah aku bangkit sedangkan luka akibat jatuh terasa begitu perih. Menganga sedemikian lebar dan meninggalkan bekas yang sangat jelas.
Berapa banyak sudah bulir air mata menetes membasahi setiap inci pemukaan. Tiada kata yang tepat untuk menggambarkan betapa terlukanya mengikis luka. Luka yang hanya bisa disembuhkan oleh dia. Kapan aku bertemu dengan dia? Sedang bulan tak dapat bicara. Hanya dinding yang menjawab. Tapi yang terdengar hanya sunyi. Kesunyian yang semakin sepi.
Hampa. Tanpa ada yang mengisi relung jiwa. Seakan hidup tapi mati. Seakan mati namun memiliki sadikit nyawa yang tersisa. Mudah tentunya bila berdua. Bersama. Tapi yang tersisa, tinggallah hampa dan kesendirian yang sempurna.
Merangkak. Mulai merangkak kembali. Mulai belajar dari awal layaknya bayi. Seperti kaca yang pecah. Sulit menyatukannya kembali dalam serpihan menjadi kaca yang utuh. Dengan lem apapun tidak ada yang mampu menyatukan kaca. Sama seperti kepingan hati. Namun lemnya adalah hati itu sendiri. Tapi bagaimana menyatukan hati? Sedang mereka terlalu sibuk bersedih dengan kenangan mereka masing-masing. Membuat mereka lupa pernah diciptakan untuk bersama.
Perlahan namun pasti mulai berdiri. Ditopang dengan orang-orang yang peduli. Namun seketika terjatuh. Saat mereka meninggalkanku seorang diri. Mencoba perlahan berdiri ditopang tangan selemah daun. Disanggah kaki sekuat lidi. Aku mencoba berdiri diatas ehancuranku sendiri, mencoba tertawa di atas kepedihan luka yang kian lebar kurasa. Tersenyum sementara hati menangis. Aku tidak tau bagaimana seorang perempuan bisa begitu terlihat tegar. Seolah tidak ada sakit sementara dengan tiupan angin mampu merobohkan mereka.
Kini aku mulai mengerti kenapa dinamakan jatuh cinta. Karena sekali kamu mengalaminya, kamu akan merasa terbang dan dijatuhkan secara bersamaan hanya saja diwaktu yang berbeda.
Saat ini hanya doa yang dapat ku hadiahkan. Berikan kedamaian bagi perempuan yang terluka. Berikan dia kebahagiaan setelah badai yang mereka rasa. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar